- Home >
- Transportasi zaman dulu
Posted by : Sri Rafiah
Kamis, 21 Januari 2016
EVOLUSI TRANSPORTASI ZAMAN DULU HINGGA SEKARANG
Sedikit Perkenalan Tentang Jakarta
Perkembangan
alat transportasi yang ada di Indonesia dari masa ke masa sangatlah
beragam. Sebagai contoh alat transportasi yang ada di di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara
Indonesia mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Jakarta
merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat
provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu
pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta
(1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra
(1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).
Jakarta
memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk
berjumlah 9.607.787 jiwa (2010). Wilayah metropolitan Jakarta
(Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan
metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
Berbicara tentang alat transportasi yang ada di Jakarta dari jaman dulu hingga sekarang banyak mengalami perubahan.
Banyak
di antaranya yang sudah tersingkir dari Jakarta. Beberapa masih bisa
ditemukan melaju melawan zaman. Sementara itu, jumlah pemakai kendaraan
umum di Jakarta makin menurun. Tahun 1970, 70 persen warga Jakarta
adalah pengguna angkutan umum. Tahun 2010 warga pengguna angkutan umum
tinggal 17,1 persen.
Berikut ini akan dipaparkan berbagai macam alat transportasi yang pernah dan bahkan masih ada yang bertahan hingga kini.
1. Helicak
1. Helicak
Helicak adalah kendaraan angkutan masyarakat yang banyak ditemukan di Jakarta pada tahun 1970-an. Nama helicak berasal dari gabungan kata helikopter dan becak, karena bentuknya memang mirip dengan helikopter dan becak.
Helicak pertama kali diluncurkan pada 24 Maret 1971. Mesin dan bodi utama kendaraan ini adalah skuter Lambretta yang didatangkan dari Italia. Kendaraan ini pertama kali dicetuskan pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin sebagai pengganti becak yang dianggap tidak manusiawi.
Seperti halnya becak, pengemudi helicak duduk di belakang, sementara penumpangnya duduk di depan dalam sebuah kabin dengan kerangka besi dan dinding dari serat kaca sehingga terlindung dari panas, hujan ataupun debu,
sementara pengemudinya tidak. Sebagian orang menilai kendaraan ini
tidak aman bagi penumpang, karena bila terjadi tabrakan, si penumpanglah
yang pertama kali akan merasakan akibatnya.
Umur
helicak ternyata tidak panjang. Kebijakan pemerintah DKI Jakarta dalam
menyediakan angkutan rakyat yang tidak konsisten menyebabkan helicak
yang jumlahnya 400 buah pada saat pertama kali diluncurkan, tidak
dikembangkan lebih lanjut. Akibatnya helicak pelan-pelan menghilang dari
jalan-jalan di ibu kota. Helicak masih bisa ditemukan di daerah Kemayoran.
Siapa masih inget helicak, alias
helikopter becak? Dinamai begitu karena bentuknya dianggap mirip dengan
heli dan becak. Kendaraan ini dipopulerkan Ali Sadikin tahun 1971 dan
hanya bertahan selama beberapa tahun. Lihat betapa sepinya Jalan Thamrin
ketika itu.
2. Oplet
Oplet tak pernah bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari warga Jakarta tempo
dulu. Angkutan nyentrik itu cukup digemari warga karena ongkosnya tidak terlalu mahal.
Angkutan umum itu berasal dari mobil sedan merk MORRIS buatan Inggris dengan sebuah ban yang dimodifikasi. Selain itu mobil yang dijadikan Oplet umumnya merk Austin. Pabrik karoseri untuk memodifikasi Oplet pada masa lalu ada di Meester Camelis.
Namun, faktor usia menjadi kendala kelangsungan Oplet di Jakarta. Oplet yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 1930-an di Jakarta, dirasa semakin tua dan harus dipensiunkan dengan diganti angkutan jenis lain.
Saking tuanya, Oplet yang sudah tidak bisa jalan dimodifikasi oleh pemiliknya dan diganti onderdilnya dengan onderdil kendaraan lain.
Hal itu kemudian membuat Gubernur DKI saat itu, Tjokropranolo (1977-1982) mengambil sikap. Tjokropranolo yang menjabat sebagai gubernur DKI setelah Ali Sadikin mengeluarkan sebuah kebijakan untuk menghapus Oplet dari Ibu Kota untuk digantikan dengan angkutan yang lebih modern yang diberi nama "Mikrolet."
Oplet tak pernah bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari warga Jakarta tempo
dulu. Angkutan nyentrik itu cukup digemari warga karena ongkosnya tidak terlalu mahal.
Angkutan umum itu berasal dari mobil sedan merk MORRIS buatan Inggris dengan sebuah ban yang dimodifikasi. Selain itu mobil yang dijadikan Oplet umumnya merk Austin. Pabrik karoseri untuk memodifikasi Oplet pada masa lalu ada di Meester Camelis.
Namun, faktor usia menjadi kendala kelangsungan Oplet di Jakarta. Oplet yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 1930-an di Jakarta, dirasa semakin tua dan harus dipensiunkan dengan diganti angkutan jenis lain.
Saking tuanya, Oplet yang sudah tidak bisa jalan dimodifikasi oleh pemiliknya dan diganti onderdilnya dengan onderdil kendaraan lain.
Hal itu kemudian membuat Gubernur DKI saat itu, Tjokropranolo (1977-1982) mengambil sikap. Tjokropranolo yang menjabat sebagai gubernur DKI setelah Ali Sadikin mengeluarkan sebuah kebijakan untuk menghapus Oplet dari Ibu Kota untuk digantikan dengan angkutan yang lebih modern yang diberi nama "Mikrolet."
3. Mikrolet
Mikrolet hadir mengggantikan oplet tahun 1980, atau sekitar 30 tahun yang lalu.
Mikrolet?
Iya, angkutan yang kini memenuhi jalan-jalan ibu kota dan sering
dituding menjadi biang kemacetan itu rupanya ada sejarahnya. Mikrolet
hadir mengggantikan oplet tahun 1980, atau sekitar 30 tahun yang lalu.
Namun, dalam tulisannya yang terbit tahun 1993, romo Sindhunata
menggunakan sudut pandang oplet, yang disebutnya masih bertahan pada
saat dia menulis.
Sindhunata
mengisahkan, pergantian oplet menjadi mikrolet dilakukan dalam sebuah
upacara yang cukup mengharukan di pelataran Monumen Nasional (Monas),
September 1980. Mengapa mengharukan? Sebab berpisah dari oplet berarti
berpisah dari masa lalu Jakarta yang penuh kenangan.
Akan tetapi,
oplet-oplet yang penuh kenangan itu telah menjadi renta untuk berlomba
dengan tuntutan Jakarta, yang rajin untuk menjadikan dirinya muda. “Tak
mungkin kita mengharapkan kekuatan oplet itu. Mereka telah menjadi tua.
Saya lihat dimana-mana oplet mulai didorong. Onderdilnya harus disompak,
diganti onderdil apa saja asal oplet-oplet itu bisa jalan. Hal itu
tidak mungkin dipertahankan,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta
Tjokropranolo kala itu.
Namun, yang
menjadi catatan Shindunata, alih generasi angkutan kota dari oplet
menjadi mikrolet itu tidak berjalan mulus. Pemprov DKI Jakarta
mengingkari janjinya bahwa sopir oplet mendapatkan prioritas untuk
memiliki mikrolet. Syaratnya sudah memiliki oplet lebih dari tiga tahun
sebelum mikrolet resmi beroperasi pada 1980.
Di samping
itu, untuk menjadi sopir Mikrolet, para eks sopir oplet juga harus
membayar uang Rp 500.000. Lantas mereka akan mendapatkan Kredit
Investasi Kecil (KIK) berjangka waktu pengembalian 3 tahun dengan bunga
10,5 persen per tahun. Buktinya, kebijakan itu tidak menghasilkan apa
yang diharapkan.
“Sejumlah 75
persen dari 200 mikrolet yang dioperasikan pada awal peralihan oplet ke
mikrolet ternyata dimiliki oleh orang-orang yang belum lama
berkecimpung di dunia oplet,” ujar Sindhunata.
Dalam banyak
hal, lanjut dia, mikrolet tidak tidak lagi mewarisi tradisi oplet.
Pemilik mikrolet bukan lagi pengusaha kecil, melainkan juragan besar.
Jadi kebanyakan pengemudi mikrolet tidak lagi mempunyai hak atas
kendaraannya, melainkan berstatus sopir setoran. Hal itu membuat
pendapatan mereka tidak lebih besar dari jenis angkutan sebelumnya.
Sindhunata
menulis, di awal-awal kehadirannya di Jakarta, mikrolet sudah banyak
berbuat ulah. Mikrolet suka main seruduk di Jakarta, sehingga dibilang
tidak lebih sopan dari oplet. Oplet jarang sekali ditindak oleh polisi,
meski mesinnya kadang ngadat sehingga menambah macet.
Toh, pada
akhirnya jumlah mikrolet di Jakarta terus bertambah. Di bagian lain
tulisannya, Sindhunata menyebut jumlah armada mikrolet yang beroperasi
di tahun-tahun awal itu membengkak menjadi 3.000 unit dan melayani 27
trayek. Mikrolet menjadi moda transportasi yang menyemut jalan-jalan
Jakarta dan mulai menjadi biang kemacetan yang baru.
Referensi: Sindhunata. Manusia & Keseharian, Burung-Burung di Bundaran HI. Penerbit Buku Kompas, November 2006
Mikrolet di Jakarta
Mikrolet di Bandung.
4. Bemo
1989-Sebenarnya bemo sudah mulai dihapus tahun 1971, tapi hingga sekarang masih bisa ditemukan di beberapa tempat yang tak dijangkau bis kota. Bemo artinya becak motor yang hadir bersamaan dengan Ganefo tahun 1962.
1989-Sebenarnya bemo sudah mulai dihapus tahun 1971, tapi hingga sekarang masih bisa ditemukan di beberapa tempat yang tak dijangkau bis kota. Bemo artinya becak motor yang hadir bersamaan dengan Ganefo tahun 1962.
Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga
kangan kehadiran bemo dimaksudkan untuk menggantikan becak. Namun rencana ini tidak berhasil karena kehadiran bemo tidak didukung oleh rencana yang matang. Bemo tidak hanya hadir di Jakarta, melainkan juga di kota-kota lain seperti di Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, Denpasar, dll. karena kendaraan ini sangat praktis dan mampu menjangkau jalan-jalan yang sempit, dan dapat melaju jauh lebih cepat daripada becak